• Selamat Datang di website kelompok KKN 139. Tahun 2014 ini merupakan tahun ke 7 dari pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata(KKN) yang diselenggarakan oleh Universitas Syiah Kuala.
  • Pada tahun 2014 sebanyak 222 kelompok KKN reguler di tempatkan di kabupaten PIDIE JAYA. Semua kelompok KKN tersebar di beberapa kecamatan yang ada di PIJAY. Pada pelaksanaan KKN periode ke 7 ini, kami dari kelompok KKN reguler 139 ditempatkan di desa Peulakan Tambo, kecamatan Bandar Dua - PIDIE JAYA.
  • Pembekalan Kuliah Kerja Nyata (KKN) periode ke 7 di gedung AAC Dayan Dawood UNSYIAH Banda Aceh, pada tanggal 26 s/d 27 mei 2014
  • Pembekalan Kuliah Kerja Nyata (KKN) periode ke 7 di gedung AAC Dayan Dawood UNSYIAH Banda Aceh, pada tanggal 26 s/d 27 mei 2014
  • For further information, please visit official website of KKN Universitas Syiah Kuala

Minggu, 29 Juni 2014

Hasil Survey Desa Peulakan Tambo


Pada periode ke 7 dari pelaksanaan kuliah kerja Nyata (KKN) ini, kami dari kelompok 139 yang berasal dari fakultas dan jurusan yang berbeda-beda di UNSYIAH mendapat kesempatan untuk melaksanakan kegiatan kuliah kerja Nyata (KKN)di desa Peulakan Tambo, kecamatan Bandar Dua PIDIE JAYA.  Pada tanggal 16 juni 2014, kami dan beberapa kelompok lain bersama Bapak DPL Ir. Abduh, MP berangkat ke PIJAY untuk melakukan survey lapangan. Pada kesempatan kali ini kami mendatangi kediaman kepala desa Peulakan Tambo yaitu rumah Bapak Masri, SE. Saat berada disana, kami bertanya tentang beberapa hal yang menjadi permasalah yang ada di desa dan juga mengenai potensi-potensi apa saja yang ada di desa tersebut. Setelah berbincang-bincang dengan kepala desa, kami menyempatkan diri untuk berkeliling desa bersama-sama. Berdasarkan hasil survey yang telah kami lakukan, dibawah ini adalah paparan singkat mengenai desa Peulakan Tambo yang menjadi tempat KKN kami nanti. 


Desa atau gampong Peulakan Tambo berlokasi di  kecamatan Bandar Dua kabupaten Pidie Jaya. Gampong ini berjarak kira-kira 1 km dari jalan raya, dan jalannya  dikelilingi oleh persawahan. Menurut informasi yang kami dapatkan dari pak Masri selaku kepala desa, luas lahan pertanian yang ada di desa Peulakan Tambo lebih luas dari pada lahan pemukiman warga. Di desa ini jumlah KK lebih kurang 45 KK. Menurut penuturan dari kepala desa Pulakan Tambo, dalam satu rumah bisa berisi 2 sampai dengan 3 KK per rumah. Kebanyakan dari penduduk di desa ini bermata pencaharian di sektor pertanian. Dengan hanya bermata pencaharian pada sektor pertanian, maka pendapatan masyarakat Peulakan Tambo sangat bergantung pada hasil pertanian. Berdasarkan hasil survey yang telah kami lakukan, sarana dan prasarana yang terdapat di gampong ini meliputi ; Meunasah gampong dan Bidan desa. 

Secara keseluruhan, kondisi perumahan penduduk pada di gampong ini rata-rata semi permanen dan masih terdapat beberapa rumah panggung. Ditinjau dari segi pendidikan, rata-rata pendidikan terakhir dari penduduk gampong Peulakan Tambo adalah tamatan SLTA atau Sekolah Menengah Atas (SMA). Di desa ini, kesehatan masih belum menjadi   hal penting bagi sebagian warga, ini terlihat dari kurangnya kesadaran akan kesehatan diri dan lingkungan disekeliling tempat tinggalnya. Dari segi sosial, kondisi sosial masyarakat peulakan tambo masih sangat kental akan adat istiadat, ini terlihat dari interaksi antar masyrakat yang sangat kuat dalam kehidupan sehari-hari. Sekian gambaran singkat mengenai desa Peulakan Tambo menurut hasil survey yang telah kami lakukan. 







Sejarah KKN UNSYIAH


             Salah satu wujud keterlibatan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dalam pembangunan adalah melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Unsyiah telah melaksanakan KKN sejak tahun 1973, namun dengan status yang berubah-ubah, berikut ini adalah perubahan-perubahan yang terjadi dari tahun ketahun sejak Kuliah Kerja Nyata (KKN) di UNSYIAH dimulai ;
• Tahun 1973 s/d 1974, status sukarela
• Tahun 1975 s/d 1976, status Wajib selektif
• Tahun 1977  s/d 1979, status intra kurikuler
• Tahun 1980 s/d 2000, status intra kurikuler wajib, dengan bobot 4 SKS.

            Berdasarkan keputusan Rapat Kerja Senat Unsyiah tanggal 7 s/d 10 Februari 1977, bahwa Kuliah Kerja Nyata (KKN) masukk  dalamKurikulum Universitas. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Rektor Nomor3762/II/1977 tanggal 15 Oktober 1978, dan Sesuai dengan keputusan Rapat Badan Pekerja Senat Unsyiah tanggal 18 Oktober 1978, mewajibkan kepada seluruh fakultas dalam lingkungan Unsyiah untuk mengikutinya. Dengan Demikian maka mulai tahun ajaran 1978/1979, KKN Unsyiah berstatus Intra Kurikuler Wajib.

            Namun dalam kurun waktu 20012008 kegiatan KKN tidak dapat dilaksanakan sehubungan dengan kondisi dan situasi daerah yang tidak kondusif. Setelah mencermati kondisi lulusan, memperhatikan tuntutan pemerintah dan mempelajari beberapa hasil kajian, maka Senat Unsyiah melalui rekomendasi Komisi B Nomor 02/Komisi--B/2009 tanggal 5 Maret 2009 merekomendasikan pengaktifan kembali pelaksanaan KKN di Unsyiah, dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Rektor Nomor 941 Tahun 2011 tentang Kuliah Kerja Nyata (KKN) bagi mahasiswa Unsyiah Program Sarjana.



See reference :
http://kkn.unsyiah.ac.id/data/BukuPANDUANKKNUnsyiah-edisi%202014.pdf

Sabtu, 28 Juni 2014

PROFIL ANGGOTA KELOMPOK 139

Ini adalah profil dari tiap-tiap anggota kelompok 139, yang mengikuti KKN di Desa Peulakan Tambo PIDIE JAYA.
  1. Nama                 : Wahyu Rahmat
    Jabatan              : Ketua

    Nim                    : 1110101010019
    T. Tgl Lahir       : Aceh Besar, 24-02-1993
    Umur                 : 21
    Alamat               : Sukamakmur, Aceh Besar
    Universitas        : Universitas Syiah Kuala
    Fak/Jur             : ISIP/ Sosiologi
  2. Nama                 : Ulfah Tursina Putri
    Jabatan             : Sekretaris 
    Nim                    : 1106103040035
    T. Tgl Lahir      : Banda Aceh, 10-10-1993
    Umur                 : 20

    Alamat              : Jl. T. Sarung Keris  No. 9, Ulee Kareng
    Universitas       : Universitas Syiah Kuala
    Fak/Jur            : KIP/ Pend. Kimia


  3. Nama                 : Wira Darsia
    Jabatan             : Dokumentasi
    Nim                   : 1106102020082
    T. Tgl Lahir      : Banda Aceh, 09-01-1994
    Umur                : 20
    Alamat              : Jl. Rawa Sakti III, Lingke-Banda Aceh
    Universitas       : Universitas Syiah Kuala
    Fak/Jur            : KIP/ Pend. Bahasa Inggris

     
  4. Nama                 : Adek Maulana
    Jabatan             : Angggota
    Nim                   : 1101102010014
    Alamat              : Jl. Tenggiri No. 18, Lampriet, Banda Aceh
    T. Tgl Lahir      : Matang Glp. Dua, 08-07-1993
    Umur                : 20
    Universitas       : Universitas Syiah Kuala
    Fak/Jur            : Ekonomi/ Manajemen
  5. Nama                : Darniati
    Jabatan            : Anggota
    Nim                   : 1106104210011
    T. Tgl Lahir     : Banda Aceh, 1-1-1993
    Umur                : 21
    Alamat             : Piyeng Keuwe
    Universitas      : Universitas Syiah Kuala
    Fak/Jur           : KIP/ Pend. Anak Usia Dini

  6. Nama               : Noni Surisma
    Jabatan            : Anggota
    Nim                  : 1106103040087
    Alamat             : Jl. Pob No 8, Kopelma Darussalam
    T. Tgl Lahir     : 03-09-1993
    Umur               : 21 
    Universitas     : Universitas Syiah Kuala
    Fak/Jur           : KIP/ Pend. Kimia

  7. Nama                : Olvina Manik
    Jabatan            : Anggota
    Nim                   : 1105113560
    Alamat             : Jl. Garuda Sakt km 11, Karya Indah,Riau
    T. Tgl Lahir     : Kampar, 7-3-1993
    Umur               : 21
    Universitas      : Universitas Riau
    Fak/Jur           : KIP/ Pend. Fisika

Kamis, 26 Juni 2014

SEJARAH PIDIE JAYA

PIDIE JAYA


Kabupaten Pidie Jaya adalah salah satu kabupaten di Aceh, Indonesia. Ibukotanya adalah Meureudu. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 pada tanggal 2 Januari 2007. Kabupaten Pidie Jaya terdiri delapan Kecamatan, yakni Kecamatan Bandar Baru dengan Ibukotanya Lueng Putu, Kecamatan Pante Raja ibukotanya Keude Pante Raja, Kecamatan Trieng Gadeng Ibukotanya Trieng Gadeng, Kecamatan Meureudu Ibukotanya Meureudu, Kecamatan Meurah Dua Ibukotanya Simpang Puet, Kecamatan Ulim Ibukotanya Keude Ulim, Kecamatan Jangka Buya Ibukotanya Jangka Buya, Kecamatan Bandar Dua Ibukotanya Ulee Gle. Kabupaten Pidie Jaya adalah 1 dari 16 usulan pemekaran kabupaten/kota yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 8 Desember 2006. Kabupaten Pidie Jaya terbagi dalam delapan (8) kecamatan dan 222 gampoeng. Berikut ini merupakan daftar kecamatan yang ada di Kabupaten Pidie Jaya beserta luas dan jumlah mukim dan gampoeng yang dimilikinya.

Secara topografi Kabupaten Pidie Jaya berada pada ketinggian 0,80 m s/d 125,0 m di atas permukaan laut dengan tingkat kemiringan lahan antara 0 sampai 40%, dimana untuk kota kota kecamatan seperti Panteraja, Treinggadeng, dan Meureudu berada dipesisir pantai laut Malaka. Secara keseluruhan Kabupaten Pidie Jaya rawan terhadap banjir dan erosi. Kecamatan Ulee Glee yang merupakan wilayah yang berada ditempat yang lebih tinggi dari daerah lainnya dan wilayah selatan dari kecamatan Bandar Baru, Panteraja, Trienggadeng dan Merah Dua dari Kabupaten Pidie Jaya juga merupakan kawasan hutan yang selama ini terjadi penebangan hutan yang tidak terkendalinya dan kurang berhasilnya reboisasi kawasan hutan berpotensi untuk terjadinya erosi. Dari klasifikasi lereng, Kabupaten Pidie Jaya merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki daerah kelas lereng lebih besar dari 40 % dan daerah pesisir pantai yang memiliki klasifikasi lereng 0 - 3 %. Bila dilihat dari jenis tanah kabupaten Pidie Jaya, jenis tanah podzolit merah kuning merupakan jenis terluas dengan beberapa jenis tanah lainnya. Keadaan tanah efektif di Kabupaten Pidie Jaya mencapai 94,78 % untuk kedalaman lebih dari 90 cm, sedangkan sisanya 5,22 % tersebar ke dalaman lainnya.

SEJARAH

Negeri Meureudu pernah dicalonkan sebagai ibu kota Kerajaan Aceh. Namun konspirasi politik kerajaan menggagalkannya. Sampai kerajaan Aceh runtuh, Meureudu masih sebuah negeri bebas. Negeri Meureudu sudah terbentuk dan diakui sejak zaman Kerajaan Aceh. Ketika Sultan Iskandar Muda berkuasa (1607-1636) Meureudu semakin diistimewakan. Menjadi daerah bebas dari aturan kerajaan. Hanya satu kewajiban Meureudu saat itu, menyediakan persediaan logistik (beras) untuk kebutuhan kerajaan Aceh.
Dalam perjalanan tugas Iskandar Muda ke daerah Semenanjung Melayu (kini Malaysia) tahun 1613, singgah di Negeri Meureudu, menjumpai Tgk Muhammad Jalaluddin, yang terkenal dengan sebutan Tgk Ja Madainah. Dalam percaturan politik kerajaan Aceh negeri Meureudu juga memegang peranan penting.
Hal itu sebegaimana tersebut dalam Qanun Al-Asyi atau Adat Meukuta Alam, yang merupakan Undang-Undangnya Kerajaan Aceh. Saat Aceh dikuasai Belanda, dan Mesjid Indra Puri direbut, dokumen undang-undang kerajaan itu jatuh ke tangan Belanda. Oleh K F van Hangen, dokumen itu kemudian diterbitkan dalam salah satu majalah yang terbit di negeri Belanda.
Dalam pasal 12 Qanun Al-Asyi disebutkan, Apabila Uleebalang dalam negeri tidak menuruti hukum, maka sultan memanggil Teungku Chik Muda Pahlawan Negeri Meureudu, menyuruh pukul Uleebalang negeri itu atau diserang dan Uleebalang diberhentikan atau diusir, segala pohon tanamannya dan harta serta rumahnya dirampas.
Kutipan Undang-Undang Kerajaan Aceh itu, mensahihkan tentang keberadaan Negeri Meureudu sebagai daerah kepercayaan sultan untuk melaksanakan segala perintah dan titahnya dalam segala aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan Kerajaan Aceh Darussalam.
Malah karena kemampun tersebut, Meureudu pernah dicalonkan sebagai ibu kota kerajaan. Caranya, dengan menimbang air Krueng Meureudu dengan air Krueng Aceh. Hasilnya Air Krueng Meureudu lebih bagus. Namun konspirasi elit politik di Kerajaan Aceh mengganti air tersebut. Hasilnya ibu kota Kejaan Aceh tetap berada di daerah Banda Aceh sekarang (seputar aliran Krueng Aceh). Untuk mempersiapkan pemindahan ibu kota kerajaan tersebut, sebuah benteng pernah dididirkan sultan Iskandar Muda di Meureudu. Benteng itu sekarang ada di tepi sungai Krueng Meureudu.
Peranan Negeri Meureudu yang sangat strategis dalam percaturan politik Pemerintahan Kerajaan Aceh. Ketika Sultan Iskandar Muda hendak melakukan penyerangan (ekspansi) ke semenanjung Melayu (Malaysia-red). Ia mengangkat Malem Dagang dari Negeri Meureudu sebagai Panglima Perang, serta Teungku Ja Pakeh-juga putra Meureudu-sebagai penasehat perang, mendampingi Panglima Malem Dagang.
Setelah Semenanjung Melayu, yakni Johor berhasil ditaklukkan oleh Pasukan Pimpinan Malem Dagang, Sultan Iskandar Muda semakin memberikan perhatian khusus terhadap Negeri Meureudu. Kala itu sultan paling tersohor dari Kerajaan Aceh itu mengangkat Teungku Chik di Negeri Meureudu, putra bungsu dari Meurah Ali Taher yang bernama Meurah Ali Husein, sebagai perpanjangan tangan Sultan di Meureudu.
Negeri Meureudu negeri yang langsung berada di bawah Kesultanan Aceh dengan status nenggroe bibeueh (negeri bebas-red). Di mana penduduk negeri Meureudu dibebaskan dari segala beban dan kewajiban terhadap kerajaan. Negeri Meureudu hanya punya satu kewajiban istimewa terhadap Kerajaan Aceh, yakni menyediakan bahan makanan pokok (beras-red), karena Negeri Meureudu merupakan lubung beras utama kerajaan.
Keistimewaan Negeri Meureudu terus berlangsung sampai Sultan Iskandar Muda diganti oleh Sultan Iskandar Tsani. Pada tahun 1640, Iskandar Tsani mengangkat Teuku Chik Meureudu sebagai penguasa defenitif yang ditunjuk oleh kerajaan. Ia merupakan putra sulung dari Meurah Ali Husein, yang bermana Meurah Johan Mahmud, yang digelar Teuku Pahlawan Raja Negeri Meureudu.
Sejak Meurah Johan Mahmud hingga kedatangan kolonial Belanda, negeri Meureudu telah diperintah oleh sembilan Teuku Chik, dan selama penjajahan Belanda, Landscap Meureudu telah diperintah oleh tiga orang Teuku Chik (Zelfbeestuurders).
Kemudain pada zaman penjajahan Belanda, Negeri Meureudu diubah satus menjadi Kewedanan (Orderafdeeling) yang diperintah oleh seorang Controlleur. Selama zaman penjajahan Belanda, Kewedanan Meureudu telah diperintah oleh empat belas orang Controlleur, yang wilayah kekuasaannya meliputi dari Ulee Glee sampai ke Panteraja.
Setelah tentara pendudukan Jepang masuk ke daerah Aceh dan mengalahkan tentara Belanda, maka Jepang kemudian mengambil alih kekuasaan yang ditinggalakan Belanda itu dan menjadi penguasa baru di Aceh. Di masa penjajahan Jepang, masyarakat Meureudu dipimpin oleh seorang Suntyo Meureudu Sun dan Seorang Guntyo Meureudu Gun.
Sesudah melewati zaman penjajahan, sejak tahun 1967, Meureudu berubah menjadi Pusat Kawedanan sekaligus pusat kecamatan. Selama Meureudu berstatus sebagai kawedanan, telah diperintah oleh tujuh orang Wedana. Pada tahun 1967, Kewedanan Meureudu dipecah menjadi empat kecamatan yaitu Ulee Glee, Ulim, Meureudu dan Trienggadeng Penteraja, yang masing-masing langsung berada dibawah kontrol Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie.
Kini daerah Kawedanan Meureudu menjelma menjadi Kabupaten Pidie Jaya, dengan Meureudu sebagai ibu kotanya.